Rabu, 07 Januari 2015

Tugas 4 : Opini tentang Job Seeker dan Job Creator


Jobseeker adalah pengganti kata pengangguran yang cukup keren dan lebih mantap bila didengar. Jelas saja bila mendengar kata bahwa seseorang itu pengangguran, hal tersebut terkesan menyampaikan bahwa orang itu tidak laku dan tidak memiliki kerjaan atau kasarnya menjadi suatu pribadi yang kurang berguna. Berbeda halnya bila digantikan dengan jobseeker. Jobseeker yang berarti pencari kerja terkesan pengangguran yang tidak mau dipandang sampah dan berusaha atau sedang mencari pekerjaan yang ada untuk dia. Menjadi jobseeker menunjukkan semangat membara seseorang bahwa dia ingin bekerja dengan layak dan akan memberikan kontribusi optimal yang dia miliki. Begitulah pandangan seorang pengangguran yang penulis pegang dalam dunia yang mulai terasa besar ini. Sebagai seseorang yang nantinya akan menjadi jobseeker penulis memiliki motivasi itu. Untuk menjadi jobseeker yang memiliki kreatifitas lebih dan keterampilan yang beda dari yang lain sehingga mempunyai nilai lebih. Sebagai bentuk pernyataan bahwa penulis pribadi akan selalu berusaha menjadi lebih baik.
Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pengangguran yaitu :
1.     Terbatasnya Lapangan Pekerjaan
Jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia yang sangat terbatas merupakan faktor utama penyebab pengangguran, hal tersebut disebabkan karena semakin bertambahnya penduduk Indonesia namun tidak diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan.
2.     Kurangnya keahlian
Keahlian yang dimiliki seseorang berbeda-beda, bagi seseorang yang memiliki keahlian yang lebih menonjol dibandingkan orang lain maka akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, namun sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki keahlian maka akan sulit untuk mencari pekerjaan.
3.     Buta informasi
Seseorang menjadi penangguran juga dapat disebabkan karena kurangmya informasi akan adanya suatu lowongan pekerjaan, biasanya hal tersebut dapat terjadi karena orang tersebut malas mencari informasi. Padahal, informasi akan suatu lowongan pekerjaan dapat ia peroleh melalui media cetak maupun elektronik.
4.     Meningkatnya urbanisasi
Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Banyak orang desa yang menganggap bahwa merantau ke kota dapat memperbaiki kehidupannya menjadi lebih baik tanpa memperhatikan keterampilan yang ia miliki, sehingga mereka hanya berbekal nekat untuk hidup di kota-kota besar dan pada akhirnya akan menjadi seorang pengangguran yang dapat membebani keluarga maupun masyarakat. Maka dari itu jika orang desa ingin pindah ke kota harus memiliki keterampilan sebagai modal mencari kerja.
5.     Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Pertumbuhan penduduk Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak penduduk Indonesia yang mempercayai mitos bahwa “banyak anak banyak rejeki” padahal hal tersebut sangat tidak benar justru semakin banyak anak maka semakin banyak rezeki yang harus dicari untuk membiayai hidupnya.
6.     Rendahnya pendidikan formal
Masih banyak masyarakat Indonesia yang meremehkan pendidikan bagi anak-anaknya, padahal pendidikan formal adalah salah satu modal utama untuk mencari pekerjaan. Namun rendahnya pendidikan seseorang juga dapat disebabkan karena kurangnya kemampuan dari segi ekonomi untuk membiayai sekolah anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
7.     Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat terjadi karena perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, hambatan dalam proses ekspor-impor, dan sebagainya. Sehingga PHK ini dapat mencetuskan lebih banyak pengangguran.
         Dampak dari pengangguran dalam kehidupan bermayarakat yaitu pengangguran dapat menurunkan kualitas hidup seseorang karena tidak adanya penghasilan sehingga  seseorang tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Selain itu pengangguran juga dapat menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas. Hal tersebut dikarenakan banyak pengangguran yang semakin nekat dengan melakukan tindakan yang merugikan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Kemudian pengangguran juga akan berdampak pada ketidakstabilan sosial politik suatu negara.
         Dengan melihat dampak yang ditimbulkan pengangguran yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain maupun negara maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan lebih banyak, mendirikan tempat-tempat pelatihan keterampilan, misalnya kursus menjahit, pelatihan membuat kerajinan tangan, atau mendirikan BLK (Balai Latihan Kerja) yang didirikan di banyak daerah terpencil. Hal ini juga termasuk cara mengatasi pengangguran, sehingga orang yang tidak berpendidikan tinggi pun bisa bekerja dengan modal keterampilan yang sudah mereka miliki. Selain itu, upaya lainnya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan mendirikan suatu lembaga bantuan kredit atau langsung bekerja sama dengan bank-bank tertentu untuk memberikan kredit pada masyarakat yang kurang mampu, sehingga kredit tersebut diharapkan dapat membantu mereka untuk mendirikan suatu usaha, misalnya UKM atau sejenisnya.
Job creator adalah seseorang atau badan yang menciptakan atau menyediakan lapangan pekerjaan. Job creator merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengurangi jumlah pengagguran yang ada di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan job creator dapat merekrut orang sebanyak-banyak hanya dengan bermodalkan keterampilan yang ia miliki. Job creator ini biasa dikenal dengan sebutan pengusaha atau wirausaha. Pengusaha merupakan kontribusi terbesar bagi kemajuan suatu bangsa sebab dapat mengetaskan masyarakat dari kemiskinan atau keterpurukan ekonomi suatu bangsa, bahkan ditinjau dari segi politik pengusaha dapat meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri dan bermartabat.
            Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang job creator yaitu seorang job creator harus memiliki komitmen yang tinggi, dalam melaksanakan kegiatannya seorang job creator harus melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, terarah dan berorientasi pada kemajuan. Dalam hal ini seorang wirausahawan atau job creator harus komitmen terhadap dirinya sendiri dan orang lain, komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan komitmen wirausahaan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah memberikan pelayanan prima kepada konsumennya dengan mengutamakan kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga, dan sebagainya. Selain itu, seorang job creator juga harus kreatif dan inovatif. Untuk memenangkan persaingan, seorang wirausahaan harus memiliki daya kreatifitas yang tinggi. Dimana daya kreatifitas tersebut harus dilandasi dengan cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar, sehingga produk-produk yang kita ciptakan dapat bersaing dipasar dengan kualitas dan harga jual yang tinggi. Kemudian faktor penting lainnya yaitu memiliki sifat kejujuran. Kejujuran merupakan modal utama seorang wirausahawan, dalam melaksanakan segala kegiatannya seorang wirausahawan harus dilandasi dengan kejujuran. Dalam hal ini kejujuran yang harus dilakukan seorang wirausahwan yaitu kejujuran mengenai promosi produk yang akan dijualnya dan kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikannya. Dengan kejujuran yang tetap dipertahankan oleh seorang wirausahawan, maka wirausahawan tersebut tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan dapat terus mempertahakan kelangsungan usahanya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kejujuran merupakan kunci utama kesuksesan seorang job creator atau wirausahawan.

Jika harus memilih menjadi job seeker atau job creator, maka setelah lulus nanti penulis akan memilih menjadi job seeker. Sebab, menurut penulis seorang yang mempunyai ketrampilan lebih dibanding orang lain yang akan memudah mendapatkan suatu pekerjaan. Dan dapat membantu pemerintah dalam menanggulangi pengangguran yang tidak memiliki ketrampilan dengan kata lain mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Job seeker juga mempunyai karakteristik tersendiri dengan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan kepercayaan diri akan membantu dalam penyeleksian sebagai karyawan di suatu perusahaan.

Tugas 3 : Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal

1.         Judul Penelitian
Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal

2.         No Jurnal
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 10, Nomor 1 Tahun 2008, hlm. 22-33

3.         Penulis Jurnal
Tri Ramaraya Koroy
STIE Nasional Banjarmasin, Indonesia

4.         Abstrak
Tujuan makalah ini adalah mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam pendeteksian kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal. Meskipun pendeteksian kecurangan penting untuk meningkatkan nilai pengauditan, namun terdapat banyak masalah yang dapat menghalangi implementasi dari pendeteksian yang tepat. Berdasarkan telaah atas berbagai penelitian yang telah dilakukan, ada terdapat empat faktor penyebab besar yang diidentifikasikan melalui makalah ini. Pertama, karakteristik terjadinya kecurangan sehingga menyulitkan proses pendeteksian. Kedua, standar pengauditan belum cukup memadai untuk menunjang pendeteksian yang sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi kualitas audit dan keempat metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk melakukan pendeteksian kecurangan. Berdasarkan permasalahan ini, perbaikan yang perlu disarankan untuk diterapkan.
Kata kunci: auditing, fraud, financial statement fraud

5.         Latar Belakang Penulisan
Kasus-kasus skandal akuntansi dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Global Crossing, Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal. Kasus serupa terjadi di Indonesia seperti PT. Telkom dan PT. Kimia Farma. Meski beberapa salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan kecurangan, tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.
Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma, Tbk (PT. KF). PT. KF adalah badan usaha milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebih sajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh Direktur Produksi untuk menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT. KF per 31 Desember 2001. Selain itu manajemen PT. KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Pencatatan ganda itu dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor eksternal.
Terhadap auditor eksternal yang mengaudit laporan keuangan PT. KF per 31 Desember 2001, Bapepam menyimpulkan auditor eksternal telah melakukan prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT. KF menggelembungkan keuntungan. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT. KF. Atas temuan ini, kepada PT. KF Bapepam memberikan sanksi administratif sebesar Rp. 500 juta, Rp 1 milyar terhadap direksi lama PT. KF dan Rp 100 juta kepada auditor eksternal (Bapepam 2002).
           Menjadi permasalahan yang menimbulkan pertanyaan di sini: Mengapa auditor eksternal gagal dalam mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan seperti yang dicontohkan di atas? Mestinya bila auditor eksternal yang bertugas pada audit atas perusahaan-perusahaan ini menjalankan audit secara tepat termasuk dalam hal pendeteksian kecurangan maka tidak akan terjadi kasus-kasus yang merugikan ini. Faktor apa saja yang menghalangi auditor eksternal dapat menjalankan tugasnya sehingga kecurangan dapat terdeteksi? Selanjutnya bila faktor tersebut terjawab, bagaimana upaya perbaikan sehingga auditor eksternal mampu memenuhi harapan pengguna laporan keuangan?

6.          Metode Penelitian
       Penelitian ini tergolong ke dalam analisis deskriptif yang menjelaskan tentang penelitian terdahulu atau berasal dari sumber yang telah ada. Pembahasan diarahkan agar auditor ekternal dapat mendeteksi kesalahan (fraud) yang terdapat di perusahaan-perusahaan. Agar auditor dapat lebih teliti dalam mengaduit laporan keuangan. Sementara itu informasi penelitian adalah  informan yang paham  akan  fraud dapat mewujudkan laporan keuangan yang beropini wajar tanpa pengecualian dan informasi lainnya yang dapat mendukung penjelasan.

7.         Hasil Penelitian
Identifikasi atas faktor-faktor penyebab yang diuraikan sebelumnya menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan hambatan auditor menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecurangan. Meski demikian faktor-faktor itu tidaklah menjadi alasan untuk menghindarkan upaya pendeteksian kecurangan yang lebih baik. Berikut analisis atas masing-masing faktor tersebut.
Faktor pertama yaitu karakteristik terjadinya kecurangan dan kemampuan auditor menghadapinya merupakan faktor tersulit diatasi. Faktor kedua yaitu kurangnya standar pengauditan yang memberikan arahan yang tepat merupakan faktor yang relatif mampu ditanggulangi. Terbit dan diterapkannya standar baru ini membawa harapan baru bagi perbaikan upaya dan peningkatan keahlian auditor. Faktor ketiga yang berkaitan dengan lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit merupakan faktor yang relatif dapat terkendalikan dan mampu diperbaiki. Terdapat trade-off di mana penekanan efisiensi yang berlebihan akan mengorbankan efektivitas audit. Meskipun demikian, bila hanya bertumpu pada kesadaran internal manajemen, upaya perbaikan belumlah cukup. Perlu adanya insentif dan disinsentif secara institusional yang mendorong manajemen mempertimbangkan trade-off dan memperbaiki kualitas audit. Faktor keempat yaitu metode dan prosedur audit dalam pendeteksian kecurangan merupakan faktor yang relatif dapat dan telah diperbaiki. Diterapkan pendekatan yang lebih bersifat holistik melalui metode yang berbasis risiko bisnis dan strategik dapat menjadi acuan sebagai metode yang baik.

8.         Kesimpulan
Dari uraian permasalahan-permasalahan dalam pendeteksian kecurangan yang dikemukakan di depan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1) Pertimbangan atas kecurangan dalam pelaporan keuangan yang semakin meningkat belakangan ini timbul dari adanya upaya mempersempit kesenjangan harapan antara pengguna dengan pihak penyedia jasa pengauditan.
2) Pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh auditor perlu dilandasi dengan pemahaman atas sifat, frekuensi dan kemampuan pendeteksian oleh auditor.
3) Sejauh ini standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan telah terus-menerus diupayakan untuk memperbaiki praktek pengauditan yang berjalan. Patokan yang selalu diacu adalah efektivitas dari standar ini dalam mengarahkan keberhasilan pendeteksian kecurangan. Beberapa standar terdahulu kurang memberikan pedoman dalam memberikan arah pendeteksian kecurangan. Standar terbaru diharapkan membawa harapan baru dengan mengatasi kelemahan-kelemahan sebelumnya.
4)  Permasalahan yang terdapat pada lingkungan pekerjaan audit bila tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk pada kualitas audit. Adanya tekanan kompetisi, tekanan waktu dan tekanan hubungan dengan klien demikian juga dapat berdampak pada keberhasilan pendeteksian kecurangan.
            Hal yang masih banyak dikerjakan ke masa depan adalah mencari dan memperbaiki metode dan prosedur yang paling tepat dalam melakukan pendeteksian kecurangan. Metode dan prosedur tradisional tidaklah memadai dalam usaha pendeteksian kecurangan, sehingga riset-riset mendatang perlu menjawab tantangan ini.

9.          Tanggapan
       Berdasarkan hasil penelitian diatas tindakan fraud merupakan tindakan kecurangan yang dilakukan oleh seseorang maupun instansi tertentu yang dapat merugikan banyak pihak. Seperti telah dikemukakan, pelatihan dan pengalaman audit saja tidak cukup bagi auditor untuk dapat membongkar pengelabuan atau penyembunyian yang disengaja melalui praktik kecurangan. Auditor berpengalaman terbaik adalah auditor yang sering menghadapi dan menemukan kecurangan, dan ini sedikit sekali ditemukan. Oleh karena upaya untuk memperbaiki kemampuan auditor tidak bisa bertumpu pada pelatihan dan pengalaman audit yang biasa. Perlu ada alat bantu (decision aids) yang memadai untuk membantu auditor memperbaiki kemampuan deteksinya.
           Berbagai cara dalam standar ini menggariskan perlu upaya peningkatan skeptisisme profesional sehingga meningkatkan kewaspadaan auditor atas kemungkinan kecurangan. Lingkungan pekerjaan auditor harus diciptakan untuk mampu menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Tiga aspek utama dalam lingkungan pekerjaan audit yaitu tekanan kompetisi atas fee audit, tekanan waktu dan hubungan auditor-auditee, dapat diatasi sepenuhnya oleh manajemen kantor akuntan publik (KAP). Ketiga aspek ini pada intinya berujung pada penekanan biaya atau efisiensi. Mekanisme tata kelola organisasi (corporate governance) oleh auditee yang dijalankan dengan efektif melalui komite audit juga akan mampu memantau dan memperhatikan proses pengauditan yang sesuai harapan.

10.       Sumber Jurnal

http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/view/17000/16979